Ignatius Wahono “Guru yang Ngethoprak”

KPH. Purbodiningrat saat berkunjung kerumah Ign. Wahono

Ign. Wahono kedua dari kanan bersama KPH. Purbodiningrat ketiga dari kanan

Ignatius Wahono bagi para pencinta kesenian tradisional ketoprak di Yogyakarta sudah tidak asing lagi. Walau di usia senjanya, ia memang tak lagi ngetoprak, namun sesekali ia masih menggeluti dunianya.

Lelaki santun ini berketoprak sejak l966. Pada awal karirnya Wahono pernah membentuk perkumpulan karawitan yang bernama “Tunggal Jiwa”. Kelompok kesenian ini biasanya mengiringi pementasan kethoprak. Dari situlah Wahono banyak mengenal dunia seni peran, hingga akhirnya pada tahun 1965, Wahono benar-benar terjun menjadi pemain kethoprak.

Grup yang pertama kali diikutinya adalah “Irama Masa” yang berada di daerah Bantul (1965-1969). Pada tahun 1969 Wahono pindah ke grup yang bernama “Budi Rahayu”. Di grup ini dia bertahan dua tahun saja, sebelum akhirnya pindah ke grup Sapta Mandala milik Kodam VII/Diponegoro. Ilmu dalam dunia seni peran banyak didapatkan Wahono dari keikutsertaannya pada berbagai perkumpulan kesenian tersebut.

Dalam kethoprak dia sering dipercaya untuk memerankan tokoh-tokoh adipati, kakek-kakek, patih dan resi. Sekali waktu, Wahono pernah diminta memerankan tokoh Sunan Kudus dalam lakon Arya Penangsang. Padahal, ia tidak hafal dan kurang bisa menghayati tokoh Islam tersebut. Namun, setelah dijalani dengan ikhlas, justru teman-teman mainnya menganggap baik. “Malah dianggap sebagai hal baru dalam berketoprak,” katanya.

Semasa kanak-kanak, sebenarnya ia lebih tertarik pada kesenian wayang kulit dan karawitan. Baru setelah berketoprak, ia sering diberi peran sebagai orangtua yang bijak. “Banyak hal bisa disampaikan lewat ketoprak,” tutur bapak empat anak yang beristrikan Agustina Ponijah ini.

Wahono juga pernah mendapat penghargaan dari Pemerintah DIY, yakni dari Gubernur DIY, Sultan Hamengku Buwono X pada tahun 1999-2000. “Setelah tua sekarang saya jadi konsultan atau pelatih ketoprak, terkadang juga ditunjuk jadi juri ketoprak,” tutur Wahono pada KPH. Purbodiningrat saat bersilaturahmi memberikan penghargaan kebudayaan di rumahnya di dusun Kembaran Kasihan Bantul.

Sebelum terjun ke dunia ketoprak, ia berprofesi sebagai guru SD Negeri di Bantul (l956). Lalu, ia pindah mengajar di Padokan. Ia sempat menjadi kepala sekolah di Bibis, Bantul (l981-l986). Selanjutnya, ia menjadi penilik kebudayaan. “Saya juga sempat membantu mengajar di SMKI Bantul selama tiga tahun,” tutur pensiunan pegawai Dinas Kebudayaan Kota Yogyakarta ini.

Setelah tidak berketoprak lagi, kini Wahono menekuni dunia MC berbahasa Jawa. Mulanya memang hanya dipraktikkan di lingkungan desanya saat ada hajatan supitan (sunatan), manten, atau pemberangkatan kematian jenazah. Almarhum Bagong Kussudiarjo yang “mempromosikan” dirinya sebagai MC pertama kali, ketika seniman tari itu mantu anak pertamanya, Ida. “Saat itu saya dipaksa. Padahal, saya bukan MC yang bagus. Style saya sederhana, tapi justru gaya Yogya inilah yang saya ajarkan kepada para peserta kursus MC,” tuturnya.

Saat ini Ign. Wahono mudah dijumpai di Rumah Budaya Tembi, Bantul. Ia ditugaskan menjaga museum sekaligus menjadi Tutor kursus MC bahasa Jawa.

Sri Sultan Hamengku Buwono IX

Mengenal Sri Sultan HB IX

Sri Sultan Hamengkubuwono IX pahlawan nasional sekaligus tokoh paling berpengaruh terutama di wilayah kesultanan Yogyakarta. Dilahirkan dengan nama Bendoro Raden Mas Dorodjatun. Beliau putra dari Sri Sultan Hamengkubuwana VIII dan Raden Ajeng Kustilah dan lahir pada 12 April 1912 di Sompilan Ngasem, Yogyakarta.

Sebagai keturunan langsung Sultan Yogyakarta tanggal18 Maret 1940 ia dinobatkan sebagai Sultan dengan gelar “Sampeyan Dalem Ingkang Sinuhun Kanjeng Sultan Hamengkubuwana Senapati-ing-Ngalaga Abdurrahman Sayidin Panatagama Khalifatullah ingkang Jumeneng Kaping Sanga”. Ia adalah salah seorang Sultan yang pernah memimpin di Kasultanan Yogyakarta (1940-1988) dan Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta yang pertama setelah kemerdekaan Indonesia. Ia pernah menjabat sebagai Wakil Presiden Indonesia yang kedua antara tahun 1973-1978. Ia juga dikenal sebagai Bapak Pramuka Indonesia, dan pernah menjabat sebagai Ketua Kwartir Nasional Gerakan Pramuka.

Ia merupakan sultan yang menentang penjajahan Belanda dan mendorong kemerdekaan Indonesia. Selain itu, dia juga mendorong agar pemerintah RI memberi status khusus bagi Yogyakarta dengan predikat “Istimewa”. Sebelum dinobatkan, Sultan yang berusia 28 tahun bernegosiasi secara alot selama 4 bulan dengan diplomat senior Belanda Dr. Lucien Adams mengenai otonomi Yogyakarta. Di masa Jepang, Sultan melarang pengiriman romusha dengan mengadakan proyek lokal saluran irigasi Selokan Mataram. Sultan bersama Paku Alam IX adalah penguasa lokal pertama yang menggabungkan diri ke Republik Indonesia. Sultan pulalah yang mengundang Presiden untuk memimpin dari Yogyakarta setelah Jakarta dikuasai Belanda dalam Agresi Militer Belanda I. Beliau juga tokoh yang sangan berperan dalam peristiwa serangan umum 1 Maret 1949. Sejak 1946 beliau pernah beberapa kali menjabat menteri pada kabinet yang dipimpin Presiden Soekarno. Jabatan resminya pada tahun 1966 adalah ialah Menteri Utama di bidang Ekuin. Pada tahun 1973 beliau diangkat sebagai wakil presiden. Pada akhir masa jabatannya pada tahun 1978, beliau menolak untuk dipilih kembali sebagai wakil presiden dengan alasan kesehatan. Namun, ada rumor yang mengatakan bahwa alasan sebenarnya ia mundur adalah karena tak menyukai Presiden Soeharto yang represif seperti pada Peristiwa Malari dan hanyut pada KKN.

Riwayat Pendidikan 

  • Taman kanak-kanak atau Frobel School asuhan Juffrouw Willer di Bintaran Kidul
  • Eerste Europese Lagere School (1925)
  • Hogere Burger School (HBS, setingkat SMP dan SMU) di Semarang dan Bandung (1931)
  • Rijkuniversiteit Leiden, jurusan Indologie (ilmu tentang Indonesia) kemudian ekonomi

Karir

  • Kepala dan Gubernur Militer Daerah Istimewa Yogyakarta (1945)
  • Menteri Negara pada Kabinet Sjahrir III (2 Oktober 1946 – 27 Juni 1947)
  • Menteri Negara pada Kabinet Amir Sjarifuddin I dan II (3 Juli 1947 – 11 November 1947 dan 11 November 1947 – 28 Januari 1948)
  • Menteri Negara pada Kabinet Hatta I (29 Januari 1948 – 4 Agustus 1949)
  • Menteri Pertahanan/Koordinator Keamanan Dalam Negeri pada Kabinet Hatta II (4 Agustus 1949 – 20 Desember 1949)
  • Menteri Pertahanan pada masa RIS (20 Desember 1949 – 6 September 1950)
  • Wakil Perdana Menteri pada Kabinet Natsir (6 September 1950 – 27 April 1951)
  • Ketua Dewan Kurator Universitas Gajah Mada Yogyakarta (1951)
  • Ketua Dewan Pariwisata Indonesia (1956)
  • Ketua Sidang ke 4 ECAFE (Economic Commision for Asia and the Far East) dan Ketua Pertemuan Regional ke 11 Panitia Konsultatif Colombo Plan (1957)
  • Ketua Federasi ASEAN Games (1958)
  • Menteri/Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (5 Juli 1959)
  • Ketua Delegasi Indonesia dalam pertemuan PBB tentang Perjalanan dan Pariwisata (1963)
  • Menteri Koordinator Pembangunan (21 Februari 1966)
  • Wakil Perdana Menteri Bidang Ekonomi 11 (Maret 1966)
  • Ketua Kwartir Nasional Gerakan Pramuka (1968)
  • Ketua Umum Komite Olahraga Nasional Indonesia/KONI (1968)
  • Ketua Delegasi Indonesia di Konferensi Pasific Area Travel Association (PATA) di California, Amerika Serikat (1968)
  • Wakil Presiden Indonesia (25 Maret 1973 – 23 Maret 1978)

Hamengkubuwana IX diangkat menjadi pahlawan nasional Indonesia tanggal 8 Juni 2003 oleh presiden Megawati Soekarnoputri.  Sultan Hamengku Buwana IX juga  tercatat sebagai Gubernur terlama yang menjabat di Indonesia antara 1945-1988 dan Raja Kesultanan Yogyakarta terlama antara 1940-1988. Pada 2 Oktober 1988, ia wafat di George Washington University Medical Centre, Amerika Serikat dan dimakamkan di pemakaman para sultan Mataram di Imogiri, Kabupaten Bantul, DI Yogyakarta, Indonesia.

Dikutib dari Biografi Tokoh Dunia: http://www.biografitokohdunia.com/2011/02/biografi-sri-sultan-hamengkubuwono-ix.html

 

Para Elite kita Sudah Keblinger ! jika memaksakan RUUK tanpa Penetapan

System Demokrasi antara Indonesia dan Amerika adalah Berbeda

Prof. DR. Jawahir Tantowi, SH

Swarakeistimewaan-Jogja. Prof.Dr. H Jawahir Tantowi,SH, Akademisi dari Fakultas Hukum UII Yang sangat konsen untuk mendukung Penetapan Gubenur dan Wakil Gubenur DIY dalam RUUK DIY,Akademisi asal Sumatera Selatan tersebut mengatakan bahwa opsi penetapan dalam pengisian jabatan Gubenur dan wakil Gubenur DIY adalah kenyataan konstitusional sesuai dengan UUD 1945 pasal 18a dan pasal 18b yang seharusnya difahami secara holistik tidak sepotong-potong sehingga beliau berharap kepada Panja RUUK DIY DPR –RI untuk tidak ragu-ragu dalam mengambil keputusan tentang pengisian jabatan Gubenur dan wakil Gubenur DIY melalui mekanisme penetapan, yaitu Sri Sultan dan Sri Pakualam yang bertahta sebagai Gubenur dan wakil Gubenur. “ Opsi ini harus diambil oleh DPR RI dan Pemerintah, jika tidak akan mempersulit  dirinya sendiri”

Sebagai seorang Pakar Hukum Internasional beliau mencontohkan praktek demokrasi di Negara maju tetapi juga  masih mempertahankan system kerajaan, missal  Negara Tahta suci Vatikan di kota Roma Italia,  dan Negara Monaco di Perancis. “ bahwa praktek system demokrasi antara Indonesia dan Amerika adalah berbeda “ tegas beliau sambil menjelaskan bahwa Indonesia terbentuk menjadi Nation atau bangsa dengan memperhatikan dan menghargai daerah/daerah atau kerajaan yang sebelumnya telah ada, dan secara sadar kerajaan-kerajaan di Nusantara bersatu dan membentuk suatu Nation Baru yang bernama Indonesia, sehingga eksistensi bekas kerajaan-kerajaan Nusantara tersebut menjadi unsur utama dari NKRI.

Sedangkan praktek demokrasi di USA berbeda karena para pembentuk Negara USA beranggapan bahwa Amerika adalah suatu Negara baru yang tidak ada kaitannnya sama sekali dengan masa lalu, Bahkan para founding father USA secara sengaja memutus hubungan kekeluargaan dengan para leluhurnya dan beranggapan bahwa NEW ORDE, Negara USA  adalah sesuatu yang orisionil dan Mandiri atau Independent. dan tidak bisa diintervensi dengan Kebudayaan dari manapun, Mereka sengaja menciptakan kebudayaan baru dan mempunyai kebebasan yang seluas luasnya. “Hal ini lah yang sekarang akan dipakai oleh pemerintah RI dalam merumuskan RUUK DIY jadi secara Filosofi para elit Negeri ini sudah keblinger dan salah kaprah dan terlalu menghamba pada praktek kehidupan demokrsi liberal US” Tambah beliau ketika ditemui Swara Keistimewaan di sela diskusi terbatas bersama Sekber Keistimewaan DIY di Fakultas HUkum UII jalan Tamansiswa (7/2/ 2012. (agung murhandjanto witoradyo)

Raden Ngabehi Tatok Pudjo Diprojo

Swara-Keistimewaan. Siapa yang tidak kenal dengan Mas Tatok, sosok pria periang dan humoris ini adalah sosok yang selalu hadir dimana-mana, ada ditengah banyak ko unitas baik komunitas budaya mamupun politik. Sosok satu ini sering dipanggil Mas Behi, karena sosok ini hamper setiap saat bisa ditemui di Makam Raja-Raja Kotagede Mataram.

Lahir dengan nama : Raden Ngabehi Tatok Pudjo Diprojo, mempunyai istri yang setia bernama Raden ngaten Noery kusumaningrum, dikaruniai dua putera-putri yaitu, Raden Andrianto Nur Hendrawan yang beistrikan Puji Rahayu dan Raden rara Novi Andriani /Kapten Czi Alid Setiawan. Dan tinggal di dusun Bantulan,Ambarukmo

Kiprah Mas Tatok dalam organisasi adalah sebagai Kepala Staff Banser Th 1992-1998, dan Satkorwil Banser DIY th 1992, dan sekarang sebagai Abdi Dalem Manggolo Yudho Bergodo Ngeksigondo Mataram kuthagede (2012) dan sebagai Panglima Gerakan Rakyat Yogyakarta (GRY) sebuah gerakan Perjuangan Keistimewaan DIY th 1998.

Menanggapi issue referendum Mas Tatok  bersikap tegas “ Referendum itu di luar akal sehat dan tidak menghargai sejarah dan tidak tahu budaya sebagai akar budaya bangsa,” katanya. Menurut Mas Tatok Keistimewaan DIY adalah jiwanya NKRI, jadi kita harus bertanggungjawab dan memelihara dan mempertahankan sejarah dari keistimewaan. “ Siapapun warga masyarakat Yovgyakarta harus siap dan berani mempertahankan keistimewaan “ sergahnya berapi-api, “Demokrasi tidak boleh dibenturkan dengan sejarah” imbuhnya.

Mas Tatok adalah sosok yang sederhana, suka humor, bersahaja dan jujur apa adanya. Ada beberapa kalimat yang suka diucapkan oleh beliau dan menjadi terkenal di berbagai komunitas adalah ucapan beliau “ Ipit-ipit mbang menyan Bul-bul mak umik pyur-pyur” kalimat yang selalu menertai di setiap ritual apa saja, yang menjadi spirit pendorong untuk banyak kawannya.(Agung)